![]() |
Gambar 1. Tim Konservasi AM CK bersama pendamping |
Pelaksanaan
operasional pengembaraan Anggota Muda Cakar Karang Divisi Konservasi UPL MPA
UNSOED ini menjadi tahap terakhir dalam masa pengembaraan anggota muda dan
menjadi syarat utama untuk mendapatkan Nomor Registrasi Pokok (NRP). Kegiatan
operasional pengembaraan ini mulai dari tanggal 4 s.d 12 Agustus 2024,
bertempat di Kampung
7 tepatnya di Desa Nlanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul. Operasional pengembaran ini beranggotakan 6 orang
anggota muda yaitu Aldo Boedijanto Soendoro, Menik Dwi Hapsari, Alfi Alifia Ghaisani, Nandana
Haidar Rahman, Fery Gunawan, Zannufa Rif’atun Nissa dan 2 orang pendamping yaitu Ellies Bilqi NRP.UPL-2022494/Embun
Bara dan Syahdan Farid Harsa NRP.UPL-2023510/Elang Kelabu.
Operasional pengembaraan ini berlangsung selama 9 hari,
tanggal 4 Agustus 2024 kami berangkat dari Purwokerto menuju Gunung Kidul dan
langsung menuju Basecamp Pak Muryanto di Desa Nglegi tepatnya di bawah
Kampung 7 berada, agar memudahkan akses kita bolak balik menuju ke Kampung 7
dan sekitarnya.
Kedatangan kami ke Kampung 7 untuk melakukan penelitian mengenai sosial
budaya di Kampung 7 sangat disambut baik oleh warga disana, Kisah tentang kebudayaan
dan kepercayaan kejawen disana membuat kami tertarik untuk datang ke desa ini.
Bagaimana bisa sebuah Desa dengan akses jalan yang sulit dan hanya dihuni oleh
7 KK tetapi bisa mempertahankan ke ciri khas an budayanya di era digital ini? Melalui
wawancara dan observasi, kami menemukan bahwa kebudayaan dengan nilai-nilai
luhur seperti gotong royong, kesederhanaan, dan rasa hormat terhadap alam.
Mereka percaya bahwa keseimbangan antara manusia dan alam adalah kunci
kehidupan yang harmonis.
![]() |
Gambar 2. Tlogo Guyangan |
Penelitian ini menurut
kami sangatlah unik, hal yang paling kami soroti disini yaitu karena suatu
kebiasaan dan pola hidup dari masyarakat yang hanya dihuni oleh 7 Kepala Keluarga, awal mula kampung ini bernama
Tlogo Guyangan dan sekarang diberi nama kampung 7 adalah karena ada seorang
yang bernama Mbah Iro yang berasal dari Banyumas mengikuti sayembara siapa yang
terkuat menghuni wilayah Tlogo Guyangan dan menjaga pusaka Kinah Gadung, dia
berhak mendapatkan tanah seluas 7 hektar. Sayembara tersebut dimenangkan oleh
Mbah Iro dan setelah itu Mbah Iro melaksanakan babad alas untuk dibuat
permukiman, permukiman tersebut hanya dihuni oleh 7 Kepala Keluarga sejak zaman
Mbah Iro, maka dari itu dinamakan Kampung 7.
![]() |
Gambar 3. Tim sedang melakukan wawancara dengan narasumber |
Kami meneliti kehidupan sosial budaya yang ada di Kampung 7 dan sekitarnya,
setelah kami meneliti selama 8 hari disana, kami melihat dan merasakan
kerukunan warga yang ada disana walaupun hanya dihuni oleh 7 Kepala Keluarga.
Kebudayaan disana sangat dijaga dan dilestarikan, salah satunya yaitu Rasulan.
Rasulan dilaksanakan setiap tahunnya dan kebetulan tradisi tersebut
diselenggarakan ketika kami berada disana, Rasulan ini merupakan bentuk syukur atas hasil bumi. Pada saat kami
disana, kami menyaksikan langsung tradisi Rasulan dan ada juga pementasan
Tayub. Tayub ini merupakan tari tarian yang diiringi oleh gamelan. Rasulan di
tiap daerah berbeda-beda waktunya. Tetapi sama-sama dilakukan di hari Selasa
Pahing atau Jumat pon setelah panen ke 2 setiap tahunnya.
![]() |
Gambar 4. Tim konservasi mengikuti tradisi Rasulan di Terbah |
![]() |
Gambar 5. Tim konservasi sedang mengamati langsung tradisi Tayub |
Selain mengikuti rangkaian Rasulan, kami
juga mengikuti rangkaian Kirab di Desa Nglegi. Kirab ini dinamakan kirab
budaya, tujuannya sebagai bentuk syukur terhadap hasil bumi kepada tuhan YME.
Ciri khas Kirab disini yaitu dengan membawa sebuah Gunungan sayur dan buah. Masing
masing padukuhan membawa hasil bumi yang dinamakan Gunungan dan menampilkan
kebudayaan yang ada di masing masing padukuhan, peaksanaanya yaitu dengan jalan
memutari kelurahan Nglegi. Disana
kami juga melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian masyarakat
dengan melakukan Bakti Pendidikan di SDN Nglegi 2.
![]() |
Gambar 6. Warga Nglegi sedang mengangkat Gunungan |
![]() |
Gambar 7. Kegiatan bakti pendidikan |
Kampung 7 dan sekitarnya merupakan merupakan suatu desa yang berbau
kebudayaan dan mempunyai kategori masing masing tiap Desa. Desa Nglanggeran
merupakan Desa mandiri budaya sedangkan Desa Nglegi merupakan desa rintisan
budaya. Kampung 7 dan sekitarnya
juga terdapat kalender perhitungan Jawa, namun bukan Aboge. Hanya penyebutanya
saja Islam dengan kepercayaan kejawen. Misalnya seperti untuk menentukan
penanggalan yang bagus untuk membuat rumah, tanggal pernikahan, membeli
sesuatu, dan yangat unik ketika ada sapi yang melahirkan maka akan dilaksanakan
“kenduren”. Kenduren merupakan
selamatan, tradisi tersebut dinamakan tradisi momong sapi.
![]() |
Gambar 8. Tim konservasi sedang memainkan gamelan yang berada di Rumah Dalang |
Selama kami disana kami sangat beruntung
karena tempat yang kami tuju ternyata merupakan suatu destinasi wisata yang
sangat indah yang mempertahankan ciri khasnya. Walaupun akses jalan yang susah
dan lumayan jauh, tetapi tidak mengurungkan niat kami untuk kembali kesana
untuk sekedar berkunjung kembali, karena jalan yang jauh akan terbayar ketika
kita melihat keindahan alam disana dan disambut hangat oleh masyarakat disana. Ciri
khas Kampung 7 salah satunya yaitu bangunan rumahnya yang sederhana, dan pemandangan
alamnya masih sangat asri, dana penghuninya pun sangat ramah dan baik hati.
Dari situ tercermin bahwa kehidupan sosial masyarakat Kampung 7 dan sekitarnya
sangat harmonis.
![]() |
Gambar 9. Tim konservasi AM CK bersama pendamping berfoto bersama di puncak tertinggi Kampung 7 |
Dengan selesainya kegiatan operasional
kami di Kampung Pitu, maka selesailah proses pengembaraan anggota muda Cakar
Karang Divisi Konservasi. suka dan duka, tangis dan tawa sudah kami lalui
bersama sampai di titik ini. Dengan selesainya semua rangkaian pengembaraan
kami maka sedikit lagi kami pantas menyandang gelar Anggota Biasa Unit Pandu
Lingkungan Mahasiswa Pencinta Alam Unsoed dan mendapatkan Nomor Regristrasi
Pokok.
0 Komentar