Bertekad menjadi organisasi pecinta alam pertama yang “muncak” Gunung Huascaran Peru, Unit Pandu Lingkungan Mahasiswa Pencinta Alam (UPL MPA) Unsoed mengadakan ekspedisi yang bertajuk “Ekspedisi Soedirman VI”. Dua bulan menjelang keberangkatan, para atlet menjalani try out selama 8 hari di Gunung Slamet. Try out sendiri adalah praktek lapangan dari semua materi gunung es yang telah dipelajari para atlet sebelumnya.
Menurut Wisnu Prasetyo, Kepala Bidang Teknis Ekspedisi Soedirman VI, konsep dari try out ini sendiri adalah para atlet melakukan moving together, self rescue, team rescue, aklimatisasi, serta logistik. Pertama-tama, para atlet mendaki Gunung Slamet dari jalur Baturaden. Jalur ini dipilih karena dekat serta jarak antara titik pendakian sampai puncak cukup panjang, baik dari elevasi maupun ketinggian titik pendakian, sehingga dinilai mirip dengan pendakian Gunung Huascaran. Kemudian, para atlet melakukan moving together system dengan rute Plawangan Baturaden, Plawangan Guci, dan Plawangan Bambangan. “Jadi selama 8 hari, para atlet kami terjunkan diketinggian 3000’an mdpl. Agar mereka terbiasa dengan suhu serta kadar oksigen yang semakin menipis. Hal ini kami rasa perlu, apalagi ketinggian Gunung Huascaran 6.768 mdpl, dua kali lipat Gunung Slamet”, ujarnya.
Salah satu atlet, Dwi Novian Arbi menerangkan mengenai moving together system yaitu cara berjalan dimana setiap orang dalam tim dihubungkan dengan tali sepanjang 8-12 meter. Tali ini fungsinya untuk mengamankan tiap orang dari bahaya jurang es atau crevasse.
Sedangkan untuk self rescue dan team rescue, Aji Kurniawan, salah satu atlet, mencoba memberi penjelasan bahwa self rescue adalah teknik menyelamatkan diri dari crevasse. Dengan memanfaatkan tali karmantel kecil yang dihubungkan dengan tali utama dengan simpul prusik, orang yang terjatuh dapat ‘merayap’ melalui tali utama hingga keluar dari jurang. Sedangkan team rescue, adalah teknik menyelamatkan si orang yang terjatuh tadi apabila dia tidak bisa naik.
Untuk dua praktek lainnya yaitu aklimatisasi dan logistik, Arizal Maulana, salah satu atlet memberi keterangan bahwa aklimatisasi sangat penting untuk dilakukan. Hal ini terutama agar tubuh dapat beradaptasi dengan tekanan, suhu, serta oksigen diketinggian yang diharapkan dapat mencegah Acute Mountain Sickness, penyakit ketinggian yang sering menjadi penyebab gagalnya pedakian. Sedangkan untuk logistik, Arizal menambahkan bahwa logistik di ketinggian diatas 4.000 mdpl berbeda dengan logistik rata-rata gunung di Indonesia.
Beberapa torehan yang pernah diraih antara lain Pendakian Mt. Elbrus Russia 2005, Mt. Kilimanjaro Tanzania 2009 dan Mt. Cartensz Pyramide Papua 2012. Berbekal pencapaian tersebut, UPL MPA UNSOED kembali berhasrat untuk mengibarkan sang saka merah putih dan bendera almamater Universitas Jenderal Soedirman di puncak tertinggi dunia. Lokasi yang paling memungkinkan untuk dijadikan destinasi Ekspedisi Soedirman VI selanjutnya adalah Mt. Huascaran, Peru. Dengan rencana keberangkatan tanggal 3 Agustus, diharapkan para atlet yang terdiri dari Arizal Maulana (Fakultas Hukum), Dwi Novian Arbi (Fakultas Hukum), Aji Kurniawan (Fakultas Ekonomi dan Bisnis) dan Hesti Nugrahaeni (Fakultas ISIP) dapat mengibarkan bendera merah putih tepat pada hari kemerdekaan Indonesia di puncak Gunung Huascaran. Selain pendakian, para atlet juga akan melakukan kampanye pengenalan budaya Indonesia di Peru serta akan membawa beberapa tokoh wayang untuk di dokumentasikan di puncak Gunung Huascaran.
Pintu menuju Ekspedisi semakin mendekat, jalan semakin terjal namun semangat pantang menyerah harus tetap dikobarkan. Demi berkibarnya merah putih untuk pertama kali di puncak gunung Huascaran, Peru.
Media Sosial