![]() |
Anggota Divisi Konservasi Rawa Laut |
Penelitian ekologi mengenai
struktur dan keanekaragaman hayati (biodiversity) ekosistem rawa mangrove serta
biota asosiasi berupa makrozoobentos telah dilaksanakan di Pulau Nusa
Tiranggesik, Kampung Laut, Cilacap, pada tanggal 31 Juli - 4 Agustus 2025.
Penelitian ini melibatkan lima anggota, yaitu Dwi Novianti, Hanif Damar Pinuluh
Qolbi, Primacinta Asa Nareswari, Surya Ramadhan, dan Zaki Jidan Saputra, dengan
didampingi oleh Choirul Anaam dan Gael Gellet. Lokasi penelitian dipilih
berdasarkan karakteristik ekologisnya yang unik, yaitu sebagai kawasan pesisir
yang mengalami transisi alami dari perairan menjadi rawa mangrove akibat proses
sedimentasi, pasang surut, dan tekanan antropogenik. Perubahan lanskap ini
menjadikan Pulau Nusa Tiranggesik sebagai area yang relevan untuk dikaji,
khususnya dalam konteks perubahan struktur komunitas hayati dan dinamika
biodiversitas rawa.
Penyebrangan Menuju Pulau Nusa Tiranggesik |
Pulau Nusa Tiranggesik merupakan
salah satu kawasan yang merepresentasikan sistem ekosistem rawa laut yang masih
aktif dan dinamis. Keberadaan zona transisi dari laut menuju rawa menjadikan
kawasan ini penting untuk mengamati interaksi antara vegetasi pesisir dengan
komunitas biota bentik yang berasosiasi dengannya. Melalui pendekatan ekologi
lapangan, penelitian ini menyoroti keberadaan vegetasi mangrove dan
makrozoobentos sebagai indikator kunci dalam menilai kualitas dan keseimbangan
lingkungan pesisir.
Mangrove merupakan vegetasi khas zona pasang surut yang berfungsi penting dalam menahan abrasi, menstabilkan sedimen, serta menyediakan habitat bagi berbagai jenis organisme. Di kawasan penelitian, ditemukan enam jenis mangrove sejati yaitu Avicennia marina, Avicennia alba, Bruguiera gymnorhiza, Sonneratia alba, Aegiceras corniculatum, dan Nypa fruticans. Jenis-jenis tersebut tersebar pada berbagai zona substrat dan menunjukkan kemampuan adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang berbeda-beda, seperti tingkat salinitas dan tekstur tanah.
Keberadaan mangrove ini berperan
langsung dalam membentuk lingkungan yang mendukung kehidupan makrozoobentos —
kelompok hewan bentik seperti gastropoda dan kepiting yang hidup di dasar
perairan dangkal. Penelitian menemukan beragam jenis makrozoobentos seperti Cerithidiopsis
quoyii, Cassidula aurisfelis, Telescopium telescopium, Peronia verruculata,
Nerita balteata, Uca jocelynae, dan Tubuca rosea. Spesies-spesies
ini tersebar di antara akar-akar mangrove dan area substrat terbuka, menandakan
keterkaitan erat antara keberadaan vegetasi dan biota asosiasi.
Penelitian ini memperlihatkan hubungan ekologis yang kuat antara vegetasi mangrove dan komunitas makrozoobentos. Semakin kompleks struktur vegetasi yang terbentuk, semakin besar pula kapasitas lingkungan dalam menopang kehidupan biota asosiasi. Akar mangrove yang rapat membantu memperlambat arus, mengendapkan partikel halus, dan menciptakan ruang hidup mikro yang mendukung kelangsungan berbagai organisme bentik. Hal ini mencerminkan ekosistem yang masih aktif dan berfungsi dengan baik.
Temuan ini menunjukkan bahwa Pulau Nusa Tiranggesik memiliki nilai ekologis penting yang perlu diperhatikan dalam rencana perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir Cilacap. Keanekaragaman hayati yang tercatat tidak hanya menjadi bukti potensi konservasi, tetapi juga membuka peluang untuk pengembangan strategi berbasis ekosistem dalam menjaga keberlanjutan sumber daya pesisir di kawasan ini.
Hello Genk!!
0 Komentar