PENYU PENYEIMBANG EKOSISTEM LAUT

Berbagai upaya dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat untuk dapat melestarikan lingkungan hidup. Salah satu bentuk pelestarian yang dilakukan adalah dengan menyelamatkan spesies satwa langka.  Penyu merupakan salah satu satwa langka, bahkan International Union for Conservation of Nature masih memasukan penyu dalam Red List of Threatened Species (Daftar Merah Spesies yang Terancam). Secara regulasi, seluruh spesies penyu merupakan satwa dilindungi sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sama seperti halnya UPL MPA Unsoed atau Unit Pandu Lingkungan Mahasiswa Pencinta Alam yang sedang belajar serta berkomitmen menjaga pelestarian lingkungan.

Kami Tim Divisi Konservasi Diklat Lanjutan anggota biasa dengan beranggotakan 7 anggota biasa yaitu Ika Cipta Nurdiyah Lestari (NRP.UPL-2017424/AD), Irfansyah Putra (NRP.UPL-2017431/AD), Indah Pebiyanti (NRP.UPL-2019445/AN), Sindy Sinura (NRP.UPL-2019453/GB), Zia Raizan (NRP.UPL-2021484/CE), Maria Chrismei Shintya N. (NRP.UPL-2021486/CE), Daffa Fauzan Dzaki Sjamsi (NRP.UPL-2021486/CE) memiliki kesempatan untuk belajar lebih dalam bagaimana konservasi penyu. Kegiatan konservasi ini dilakukan di pesisir selatan Kabupaten Cilacap, tepatnya di wilayah Pantai Sodong, Desa Karangbenda, Kecamatan Adipala. Tepat pada tanggal 16 sampai 17 Juni 2022 kami melakukan kegiatan Simulasi mengunjungi tempat Konservasi Penyu untuk belajar dan melakukan patroli malam. Konservasi ini bermula dari kesadaran salah satu masyarakat Desa Karangbenda yaitu Pak Jumawan. Pak Jumawan ini awalnya sering melihat penyu di sekitaran pantai namun, seiring berjalannya waktu penyu menjadi jarang terlihat, hal ini lah yang menggerakkan hati Pak Jumawan menjadi relawan untuk mendirikan sebuah konservasi penyu ini. Tidak hanya itu hal lain yang menjadikan tekat bulat Pak Jumawan adalah pada tahun 2018-2019 telur-telur penyu yang ditemukan oleh para masyarakat terkhusus oleh para nelayan secara tidak sengaja itu malah diperjualbelikan secara illegal, dan parahnya telur-telur tersebut dijual untuk dikonsumsi dengan kisaran harga 2000 sampai 3000 per butir.

Pada malam hari kami hendak melakukan patroli malam namun kebetulan malam itu sedang hujan maka patroli kami tunda, dan diganti dengan patroli dini hari pada jam 03.00 hingga subuh. Patroli malam ini biasa dilakukan pada pukul 20.00-00.00 WIB atau jam 02.00-05.00 WIB dini hari. Pada patroli malam ini kami menyusuri pantai sejauh 5 km, namun nihil kami belum membuahkan hasil karena factor semalam yang turun hujan membuat kami kehilangan jejak sang penyu. Yang kami dapatkan selama menyusuri pantai adalah sampah rumah tangga, bangkai binatang, dan sampah ranting-ranting pohon. Tak hanya itu kami juga menemukan bekas-bekas ritual pemujaan di beberapa titik. Setelah melakukan patroli kami kembali menuju tempat konservasi, dan kebetulan hari itu adalah hari minggu maka tempat koservasi tersebut dibuka untuk umum. Ramainya pengunjung yang penasaran dengan penyu membuat Pak Jumawan kewalahan sehingga kami pun ikut turun membantu Pak Jumawan menemani pengunjung. Salah dua dari pengunjung yang datang ternyata ingin melepaskan penyu ke pantai, dan karena kami penasaran bagaimana pelepasan penyu maka kami ikut dalam proses pelepasan penyu di pantai.

Pada kesempatan kali ini kami mendapatkan berbagai pengalaman dan berbagai pembelajaran, begitu senangnya kami belajar hal-hal yang baru. Semoga dengan adanya konservasi penyu ini kita bisa turun andil dalam melestarikannya.

Salam lestari, Hello Genk!!

 

Reactions

Posting Komentar

0 Komentar